Monday, December 24, 2007

Bali SUCK's but so beautifullllllllllllllllll

2nd day in Bali...

Tidak ada yang lebih menyebalkan dari Bali di tanggal 24 Desember ini. Coba bayangkan jauh-jauh menyeberang pulau hanya untuk melihat hujan yang menyiram pulau. Termenung manis sambil sedikit mengutuk kenapa pulau yang indah ini harus disiram hujan saat gue sedang berlibur panjang. Mungkin kalau dewa-dewa di pulau Bali ini bisa berkomentar dia hanya menyeletuk sederhana, "siapa suruh datang ke Pulau Bali saat kami sedang menyirami Bali dengan kesuburan." Alhasil sesi foto-foto di hari kedua ini berantakan semua. Yah, sempat sih untuk mengunjungi museum Antonio Blanco di Ubud. Itu pun setelah tour guide memaksakan pergi dengan mengunakan motor keramatnya.


Berangkat dari kota Denpasar di pukul 3 sore hari hanya memerlukan waktu 30 menit saja untuk mendarat di Ubud dengan menggunakan sepeda motor. Memang diperlukan sedikit jiwa pembalap seperti teman saya ini. Meliak -liuk di tengah keramaian orang baik yang menuju dan pulang dari Ubud. Ini merupakan salah satu kota seniman lukisan di Bali. Hampir sepanjang jalan di Ubud menjual lukisan yang umumnya memanjang kemolekan tubuh wanita. Kekaguman saya adalah ekspresi mereka terhadap keindahan manusia tanpa sedikit pun terkesan erotis. Ini mungkin salah satu yang dibawa oleh Antonio Blanco terhadap para pelukis di Bali.

Masih di seputaran Ubud dalam perjalanan pulang menuju Sanur, terdapat istana raja Ubud. Inilah yang membedakan Bali dengan keraton Jogja atau Solo, mereka sudah tidak ada raja yang memerintah. Namun sisa-sisa bangunan kerajaan masih tetap dipelihara. Bahkan latihan untuk memainkan gamelan bali tetap mereka lakukan. Saya melihat dimana sebagian besar rakyat Indonesia mulai meninggalkan jati diri kebudayaannya namun Bali tetap eksis dengan kebudayaannya. Sehingga bangsa di dunia tetap mengenal Bali dengan apa adanya.

Mundur ke hari pertama saya berkeliling Bali, hadangan tidak separah hari kedua hanya gumpalan awan tebal yang menyelimuti Bali. Praktis harapan adanya langit biru punah sudah. Fatalnya patung kebanggaan rakyat Bali garapan I Nyoman Nuarta hilang kewibawaannya di tangan kamera saya. Belum lagi kumpulan orang-orang yang bergerombol ingin berfoto bersama Garuda Wisnu Kencana (GWK). Alhasil obyek yang semestinya mudah diambil jadi sangat sulit.

Meskipun pada akhirnya patung yang berlokasi 40 km dari Denpasar dan lebih tepatnya di Nusa Dua tapi kepuasaan untuk memotret GWK dengan latar langit biru jadi sia-sia. Akhirnya kami foto keluarga saja dengan latar tebing-tebing tajam yang berada di sekeliling GWK dan siap untuk diukir tahap selanjutnya. Sayang prosesnya sedang tersendat, entah menunggu dana atau sedang mencari penyandang dana selanjutnya. Seperti yang terlihat di latar.



Kekecewaan ini dibayar kontan di lokasi berikutnya, ULUWATU. Ini merupakan salah satu surganya surfer. Untuk menuju lokasi ini para surfer harus berjalan turun kira-kira 100m, namun kalau prediksi saya ketinggiannya bisa mencapai 30 meter. Namun begitu mencapai bibir pantai, pandangan saya terpana dengan indahnya karang-karang yang menutupi pantai. Bahkan karang ini hampir menutupi keseluruhan pantai hanya menyisakan sebagian kecil dari pantai yang merupakan akses untuk masuk dan keluar laut.


Hasil dari Uluwatu ini malam niatnya untuk memposting gambar dan tulisan pun sirna akibat kelelahan menaiki tangga Uluwatu. Namun jangan salah Uluwatu yang saya maksud bukan Pura yang ada di Uluwatu. Ini merupakan salah satu spot di Bali yang langka. Hampir belum ada hotel bintang yang menyentuh lokasi ini. Sehingga keindahannya masih terlihat alami. Cuma buat yang tidak tahan dengan bau air seni manusia, sebaiknya jangan turun. Baunya cukup menyengat akibat cahaya matahari yang tidak menembus dinding karang.

Untuk menempuh Bali lewat jalur darat menggunakan bus Pahala Kencana diperlukan waktu 28 jam. Berangkat dari Jakarta (Rawamangun) jam 4 Sore waktu Jakarta mendarat di Bali (Terminal Ubung) jam 9 Malam waktu Bali. Untung saja di sebelah saya di temani gadis mungil yang juga baru pertama kalinya menuju Bali dengan menggunakan bus. Sehingga perjalanan tidak terlalu bosen. Rasanya hampir seperti neraka jika perjalanan ini ditempuh dengan ditemani nenek-nenek yang sedang mengumpat karena uang yang disimpannya tiba-tiba diminta saudaranya. Inilah yang terjadi saat bus berjalan dari Lebak Bulus untuk tukar bus di Rawamangun. Syukur Tuhan melihat penderitaan umatnya. Sehingga arah nenek itu ke Jember dan saya ke Denpasar. Tapi ini harus ditebus dengan mulurnya jadwal keberangkatan. Seharusnya perjalanan ini dimulai jam 12 Siang baru jalan jam 4 Sore. Sehingga hampir setengah hari hanya melihat lalu lalang sibuknya para pekerja bus ini melayani pelanggannya yang ingin berlibur. PLTU Paiton merupakan salah satu spot yang saya ingin ambil di perjalanan. Sayang bus tidak mungkin di berhenti hanya untuk memenuhi ego saya sendiri. Bisa-bisa saya di tinggal sama bus. Letak PLTU di pinggir pantai yang biru membuat keinginan untuk memotretnya begitu mengoda sehingga berharap ingin datang lagi untuk memotretnya.

Sayang indahnya perjalanan di bus dan warna langitnya tidak terpenuhi saat bangun pagi di Bali. Kumpulan awan hitam yang mengelayut sudah siap untuk menyirami bumi. Dan terjadilah di hari kedua saya di pulau bali.

24 Desember 2007

Labels: